Sore itu saya sedang berada di kamar, sedikit belajar,
banyak galau tentang masalah cinta. Iya, cinta. Hal yang bisa membuat pikiran
saya bercabang bahkan ketika mengerjakan soal-soal ujian. Terlintas walau hanya
sekejap. Mengesalkan, menyebalkan, dan mengganggu. Tiba-tiba ada notif LINE
dari ponsel saya. Oh, dari Mami ternyata. Betapa kagetnya ketika saya membaca
chat sesosok ibu yang sangat saya sayangi tersebut.
“Mbak, Alhamdulillah
Mas Kiki lolos beasiswa S2 di UK”
Seketika galau saya sirna sampai ke akar-akarnya dan tergantikan
oleh rasa senang, bersyukur, sekaligus tidak percaya. Senang sekali mendengar
kakak kandung saya akhirnya bisa mencapai salah satu impian terbesarnya. Bahkan
ketika jari saya menari di atas keyboard saat ini, masih ada rasa bahagia yang
meluap-luap dari setiap tuts huruf yang saya tekan. Seakan ingin sekali memeluk
dan menyalami tangan laki-laki tambun tersebut. Alhamdulillah Ya Allah!!
Mas Kiki, begitu saya memanggil lelaki yang sudah 28 tahun
menjadi seorang Kakak bagi saya dan adik saya. Sebagai seorang anak pertama
dalam keluarga kami, Mas Kiki menanamkan banyak hal dalam kehidupan saya. Sedari
kecil, Mas Kiki adalah orang yang paling mudah bergaul dan humoris. Saya
teringat ketika saya sangat tidak ingin berkunjung ke rumah Eyang karena
letaknya di daerah pedesaan. Bagi anak kecil seperti saya dulu, sangat
membosankan bila harus ke tempat dimana tidak ada Mall di sekitarnya. Sepanjang
hari di rumah Eyang, saya hanya cemberut dan diam. Kesal karena dipaksa
menghadiri acara keluarga di sana. Tapi entah kenapa, Mas Kiki selalu yang
paling santai. Ia tidak menampakkan kebosanannya, bahkan bercanda dan mengobrol
dengan yang lain.
Meskipun masa kecil kami sebagian
besar dihabiskan dengan bertengkar dan beradu mulut satu sama lain, tapi bila ditanya
apakah saya mau menukar Mas Kiki dengan orang lain sebagai Kakak saya?
Jawabannya tidak. Mas Kiki mengajarkan
saya untuk bertanggung jawab dalam hidup. Saya ingat sekali, ketika sedang
duduk di bangku SMP saya berjanji kepadanya untuk pulang ke rumah jam 4 sore. Ketika
itu kami bergantian menjaga rumah ketika Mami dan Papi sedang bekerja. Dasar
anak ABG, janji kepada kakak kandung sendiri saya anggap tidak terlalu penting.
“Yah, telat-telat dikit gapapa kali yah..” pikir saya waktu itu.
Tiga puluh menit terlambat dari
jam yang kami sepakati, saya disambut dengan muka masam Mas Kiki di depan pintu
ketika pulang ke rumah. Kunci rumah waktu itu dilempar ke lantai olehnya.
Sambil mengikat tali sepatunya dengan gerakan menghentak kesal, ia menasehati
saya dengan nada yang tinggi. “Kalau kamu telah berjanji kepada seseorang,
berusahalah untuk menepatinya! Apakah kamu selama ini tidak pernah diajarkan
untuk disiplin waktu? Aku telat jadinya kalau begini!”
Ego saya terluka waktu itu.
Bagaimana tidak, Mas Kiki hampir tidak pernah berteriak seperti itu kepada saya.
Dalam hati kecil saya, saya menyesal dan merasa bersalah kepadanya. Tapi
akhirnya saya mengerti, ia sedang membimbing adiknya menjadi orang yang baik.
Mas Kiki, Mami, dan saya |
Mas Kiki pula yang mengajarkan
saya untuk berani bermimpi, mengambil resiko, dan berani mencoba meskipun
kegagalan adalah salah satu hal yang menyeramkan. Kami berdua sama, ingin sekali
membanggakan orangtua kami dengan pergi ke luar negeri. Alasannya, sejak kecil
kami gemar menonton film-film Hollywood dan MTV adalah channel TV wajib yang
kami tonton di pagi hari. Rasa penasaran kami pun semakin lama semakin besar.
Namun setiap kami meminta ke orangtua untuk berlibur ke luar negeri, Mami dan
Papi selalu menjawab dengan kalimat yang sama. “Iya, nanti kalian pasti bisa
pergi keliling dunia dengan usaha kalian sendiri”
Seperti berjanji ke diri kami
masing-masing, ketika beranjak dewasa kami berusaha mengejar mimpi itu, Mas Kiki
dengan menabung dari hasil kerjanya. Saya menabung dari uang jajan saya serta
mengikuti seleksi pertukaran pelajar. Setiap rencana gila yang saya ungkapkan
kepadanya mengenai traveling, ia
selalu mendukung baik secara moral dan keuangan, hehe. Meskipun saya tahu, ada
rasa takut dan khawatir kepada adik perempuannya ketika berada di tempat yang
asing untuk pertama kali.
Puji syukur kepada Penguasa Alam
Semesta, Allah SWT yang menuliskan rencana hidup terindah kepada hamba-Nya. Allah
mengabulkan doa kami dengan mengijinkan Mas Kiki mengambil gelar Master-nya di Manchester University. Mas Kiki memang sudah berniat dan bertekad
untuk itu. Ketika berkunjung ke rumahnya sekarang di Jakarta Selatan. Ia menuliskan
di catatan kecil di kamarnya, untuk terus berlatih menulis essay dan membaca
buku demi mendaftar kuliah S2.
Sekali lagi, selamat kepada Kakak
saya tersayang Kiki Ahmadi. Mohon doanya supaya segala prosesnya lancar dan
adiknya juga segera menyandang gelar Dokter. Amiin J
PS : Tulisan ini saya buat tanpa
sepengetahuannya, karena gengsi di antara kami terlalu tinggi bahkan untuk
mengatakan kekaguman kami satu sama lain. Hehehe. Tulisan ini juga dibuat
sebagai bentuk rasa syukur saya memiliki keluarga sehebat keluarga saya, dan
atas rasa malu saya karena telah disibukkan oleh hal-hal yang kurang penting
sampai mengabaikan mimpi-mimpi saya dan keluarga. J