Pagi itu, ada yang berbeda dari Joy.
Senyum dan auranya cerah ceria. Berulang kali ia tertawa kecil memandangi
telepon genggamnya. Ada satu nama di layar kecil itu yang membuat matanya
berbinar setiap kali ada pesan singkat masuk di handphonenya. Gani.
Ya, Gani. Lelaki itu telah
mengisi hari-hari Joy yang selama ini tak menarik dan membosankan. Walaupun
hanya berkomunikasi via telepon, Joy merasa nyaman membicarakan apapun kepada Gani.
Mulai mengeluh tentang sinyal yang buruk, rasa kantuk yang menyerang ketika rapat
direksi, rencana karir yang disusunnya, dan apapun.
Dan pagi itu, alasan dari senyum
Joy juga Gani. Sosok yang berjarak ribuan kilometer dari kota kecil dimana Joy
tinggal, telah menyatakan perasaannya. Gani menemui Joy dan merasa yakin
dengannya. Tidak jauh berbeda dengan Joy, Gani mengaku merasa nyaman dengan
adanya Joy selama ini. Meski Joy sempat meragu, memikirkan rumitnya keadaan
mereka saat ini, terpisah ruang dan waktu yang begitu nyata, namun Gani
meyakinkan semua akan baik-baik saja. Dan semua akan bisa berjalan dengan baik.
Joy pun mengiyakan, sembari mengucap harap di dalam hati bahwa semuanya memang
akan baik-baik saja.
Maka mulai hari itulah mereka
berdua pun menyiratkan janji untuk berbagi cerita, masalah, keluh kesah, tangis,
dan tawa canda bersama.
Semua tampak begitu mudah pada
awalnya bagi Joy. Sudah cukup lama ia tak membiarkan hatinya bahagia seperti
saat ini, saat dengan Gani. Jarak yang membentang belum dirasa menjadi halangan
bagi mereka berdua. Hingga keduanya terlibat dalam kesibukan masing-masing. Gani
yang bekerja sebagai anggota pasukan perdamaian PBB, seringkali bepergian ke
beberapa daerah untuk melaksanakan tugasnya. Joy mengetahui resiko yang akan
dihadapinya, tapi sebenernya ia hanya merasa yakin ia mengetahui hal tersebut.
Tak lama setelah itu Joy
seringkali merasa dongkol, ketika menunggu balasan chat dari Gani yang tak kunjung masuk di handphonenya. Sudah tak terhitung berapa juta kali dalam sehari kedua
mata kecil Joy melirik ke tempat handphonenya
yang berwarna lavender itu. Terkadang
karena lelah mengharapkan adanya chat
dari Gani, Joy mematikan handphonenya tersebut,
memutus satu-satunya jalan komunikasi mereka berdua. Namun selalu tidak sampai
hitungan jam, Joy kembali menghidupkan handphone
nya dan kembali ke awal, menunggu
masuknya chat dari Gani. Begitulah
siklus yang dialami Joy setiap harinya.
Kalau sudah seperti itu,
kesedihan selalu menghampiri gadis berambut panjang sebahu tersebut. Ia
mengutuk jarak yang ternyata membuat rindu yang dirasakan Joy semakin menggebu,
namun tak ada yang bisa dilakukan untuk meredamnya. Joy merasa Gani semakin
jauh, dan ia sangat takut bila nantinya lelaki itu akan benar-benar menghilang
dan melupakannya.
Hari-hari bahagia milik Joy yang
terdulu, mulai memudar. Terhitung sudah tiga minggu tidak ada kabar sedikitpun
dari Gani. Joy hampir gila, ia tampak seperti orang linglung. Selama tiga minggu
itu pula ia mengurung diri di kamar, mendengarkan lagu-lagu sedih, memandangi
satu-satunya foto mereka berdua di depan menara Eiffel sambil menangis, dan
memohon kepada Tuhan agar Gani baik-baik saja dimanapun ia berada.
Pada hari pertama minggu keempat,
Joy tidak tahan lagi. Setelah putus asa menunggu kabar dari lelaki yang selalu
hadir dalam mimpi-mimpinya, Ia mencoba menulis surat walaupun tidak tahu akan
mengirimkannya kemana.. Begitu lama ia memandang kertas putih tersebut dengan tetesan
air mata berebut untuk berjatuhan di pipinya yang chubby, sebelum akhirnya ia sanggup menuliskan kalimat demi kalimat..
Dear Gani dimanapun kau berada,
Aku Joy, perempuan yang selalu kau
sebut tukang tidur, dan aku merindukanmu. Aku hanya ingin meminta maaf kepadamu,
apabila selama ini yang terjadi lebih banyak perdebatan dan prasangka buruk.
Itu karena selalu ada benda berat yang selalu menyesakkan di dadaku, bernama
rindu. Benda ini seakan ingin aku keluarkan dan aku hancurkan menjadi
serbuk-serbuk kecil dan hilang diterpa angin, namun sayangnya hal itu mustahil.
Benda ini mengeluarkan energi negatif yang berdampak pada keseluruhan diriku,
terutama apabila aku tidak bisa mendengar suaramu. Ia melemahkanku, meruntuhkan segala pertahanan egoku, membuat sirna logikaku. Ia juga mencegahku melakukan
hal lain selain memikirkanmu. Terkadang aku kehilangan kata-kataku karena
kehilangan perhatianmu, dan efek dari menumpuknya benda ini di dadaku adalah
emosi yang tidak terkontrol. Itu adalah alasan mengapa aku sinis dan ketus setiap
kau terlambat membalas pesanku, atau mencoba menghiburku. Namun percayalah,
bukan itu maksudku.
Sayang..
Aku Joy, perempuan yang selalu kau sebut tukang tidur, dan
aku merindukanmu.
Pulanglah..
0 comments:
Posting Komentar